Sum Est

Aku pena yang gagal menarikan kisah kasih pada secarik perjalanan hidupmu. Terabaikan tanpa pernah menciptakan perbaikan

Aku adalah hilir yang tak pernah kau menjadi hulu. Aku dataran kering meretak. Terabaikan oleh gemericik buaian. Aku rindu arus kasih mu

Aku lah inang malam yang beranakan sepi. Dingin ini adalah perhelatan besar akan kedatangan mu. Biar ku kalungkan untaian rindu pada leher jenjang mu

Aku adalah rembulan. Berpendar pasi dalam raut nya. Berjubah kenangan menyublim yang kian bersemayam. Inilah pancar kekecewaan tak tertahan

Peri-peri tak lagi hampiri tuk enyahkan perih-perih perihal masa lalu yang memalukan sekaligus memilukan. Aku menatap mu yang kini erat mendekapnya

Aku lah anai-anai kertas yang berandai-andai hinggap di luang rembulan. Namun kau berpaling pada debu yang menjadikannya tandus. Asa ku

Kunang kunang kenangan seakan meledek lirih dengan cahaya kehijauannya. Mengelilingi pusara masa lalu yang telah terkubur mati di bawah sana

Kenapa hal ini masih mendera ku?

Satu yang ku tahu, Cinta adalah entahlah. Susur tali tak berujung yang tak mengikat sebab. Semesta luas yang tak tersentuh pandangan akan alasan. Namun begitu, kita tetap nyaman akan kehadiran nya

Mata Hati Yang Mati

Gelitik sepi tak kunjung membuat ku mentertawai kesendirian. Gelak itu ditelan pundung yang merajam romansa dengan sembilu. Hanya perih kini tertinggal

Mata ku terbutakan oleh bisu kepatah hatian. Namun ia menggumamkan kenangan dalam tiap heningnya. Pengumbar memori berengsek! Tak pernah kah kau mengerti tuan mu?!

Ingin kuindahkan asa yang senantiasa terpanjat agar kau sisakan setempat hati mu untuk kujejaki riang

Hingga sama sekali tak ingin ku tersadar dari tiap lamunan. Biar lingkup kasih mu terus mendekap erat hela imaji ku

Abadi dalam riuhkan hati ku yang kini tak lagi bernyawa sepeninggal diri mu